Pada umumnya, pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan yang sah antara seorang lelaki dengan satu orang perempuan, yang didasari oleh cinta dan keinginan untuk membangun kehodupan dan menghabiskan hidup bersama dalam suka maupun duka selamanya. Namun, faktanya tidak selalu begitu. Ada yang disebut poligami atau poliandri di mana satu orang memiliki lebih dari satu pasangan dalam ikatan pernikahan.
Poligami, yang diartikan seorang lelaki memiliki lebih dari satu dalam masa yang sama, dalam perkembangannya selalu dirujukkan kepada masyakat Islam. Karena, dalam praktiknya, seperti yang selalu mewarnai sebagian informasi yang berkembang di Indonesia, banyak masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat Islam mempertunjukkan fenomena poligami yang dilakukannya. Sampai pada anggapan bahwa poligami adalah bagian dari ajaran Islam dan Sunah Nabi.
Padahal, dalam tradisi keilmuan Islam, dari perspektif fikih, para imam madzhab dan sebagian ulama berpendapat bahwa hukum berpoligami bukanlah sunah atau dianjurkan, melainkan hanya mubah atau diperbolehkan. Pendapat itu didasarkan pada poligami dilakukan oleh Rasulullah, yang terjadi ketika Nabi sudah berusia 51 tahun.
Memang, dalam ajaran Islam ada dalil yang bahwa seorang lelaki boleh berpoligami maksimal dnegan mempunyai empat seorang istri. Namun, ada syarat-syarat yang ketat untuk dipenuhi sebelum poligami dilakukan. Misalnya, harus berlaku adil kepada istri-istrinya dan mendapat izin dari istri pertamanya.
Di antara indikator bersikap adil dalam berpoligami, misalnya, yaitu dalam hal kebersamaannya, memenuhi nafkahnya, memenuhi kebutuhan tempat tingggalnya, kebutuhan-kebutuhan lainnya dari para istri. Juga tidak boleh condong hanya kepada salah satu istri.
Kemudian, apabila suami tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, maka Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mempunyai dua orang istri, lalu dia bersikap condong kepada salah satu di antara mereka, niscaya dia akan datang pada hari kiamat nanti sambil menyeret sebelah pundaknya dalam keadaan terputus atau condong.” (HR. Abu Hurairah RA).
Jadi, syarat utama yang memperbolehkan seorang suami berpoligami bila memenuhi dua ketentuan, yaitu bisa memberikan rasa adil terhadap istri-istrinya dan mendapatkan izin dari istrinya. Namun, ketika syarat telah terpenuhi, bukan berarti jalan menuju poligami akan berjalan dengan lancar. Sebab, ada syarat dan kondisi lain yang harus juga dipenuhi, misalnya karena pasangan tidak bisa mempunyai keturunan, adanya seorang istri yang menderita sakit sehingga tidak dapat melakukan hubungan suami-istri, terjadinya peperangan yang mengakibatkan banyak perempuan kehilangan bersuami lagi, dan tingkatan pertumbuhan laki-laki dan perempuan tidak seimbang.