Ekstremisme merupakan fenomena yang telah menjadi perhatian global dalam beberapa dekade terakhir, terutama setelah serangkaian peristiwa tragis yang mengguncang dunia.
Ekstremisme bukan hanya mencakup tindakan kekerasan, tetapi juga ideologi yang keras dan kaku yang menolak keberagaman, menolak kompromi, dan mendukung cara-cara radikal untuk mencapai tujuan tertentu, sering kali dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar. Di balik setiap tindakan ekstremis terdapat ideologi yang mendalam, keyakinan kuat, dan, sering kali, rasa ketidakpuasan atau ketidakadilan yang mendalam.
Ekstremisme seringkali muncul di kalangan individu atau kelompok yang tidak memiliki pemahaman mendalam terhadap agama. Mereka cenderung memahami teks-teks agama secara literal tanpa mempertimbangkan konteks historis, sosial, dan budaya di balik ajaran tersebut. Pendekatan ini—yang sering kali mengabaikan esensi dan tujuan utama dari ajaran agama—dapat mendorong munculnya pandangan yang sempit dan eksklusif, dan akhirnya memicu sikap intoleran terhadap kelompok lain.
Di sinilah peran ngaji secara benar dan bersanad menjadi sangat penting. Dalam tradisi sanad, santri diajarkan untuk memahami ajaran agama dengan mempertimbangkan berbagai aspek kontekstual yang relevan, yang membantu mereka untuk menghindari pemahaman yang kaku dan ekstrem.
Ngaji Bersanad
Ngaji bersanad adalah tradisi keilmuan dalam Islam yang sangat penting dan telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini mengedepankan pembelajaran yang berkesinambungan melalui jalur guru yang memiliki otoritas keilmuan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam ngaji bersanad, setiap guru yang mengajarkan ilmu agama memiliki keterhubungan langsung dengan guru-guru sebelumnya, yang akhirnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Hal ini memberikan keabsahan dan keotentikan terhadap ilmu yang diajarkan, serta menjamin bahwa ajaran tersebut sesuai dengan yang dimaksud oleh pembuat syari’at itu sendiri, Allah dan Rasul-Nya.
Demikian pula, guru-guru yang bersanad tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga memberikan teladan hidup bagi santri/murid mereka. Dengan mengikuti teladan guru mereka, santri belajar untuk menerapkan ajaran agama dalam kehidupan mereka dengan cara yang penuh hikmah dan bijaksana.