Rohimun bi dhuafa’ wal mustadh’afiina (Sayang pada orang yang lemah dan tertindas).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi minoritas adalah golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat.[1] Sosiologi mendefinisikan minoritas sebagai kelompok yang tidak diuntungkan akibat tindakan diskriminasi oleh kelompok lain, walaupun anggota kelompoknya memiliki solidaritas dan rasa kepemilikan yang kuat. Bagi negara, minoritas didefinisikan sebagai kelompok yang berada dalam jumlah lebih sedikit atau memiliki posisi yang lebih lemah dalam suatu masyarakat atau negara. Mereka dapat dikategorikan berdasarkan berbagai faktor seperti etnis, agama, bahasa, gender, orientasi seksual, atau status sosial-ekonomi.[2]
Dalam pergumulan definisinya, minoritas tak selalu berarti sedikit atau kecil secara nominal, tapi juga tersubordinasi dan termarjinalisasi secara sosial, pun tereduksi dan terdiskriminasi secara hukum. Dengan belum selesainya definisi minoritas ini, maka mustadhafin juga bagian dari konsepsi minoritas. Apa itu mustadhafin?
Jika merujuk pada istilah dalam Islam, mustad’afin mengacu pada orang-orang yang lemah, terpinggirkan, atau terzalimi dalam masyarakat. Istilah ini berasal dari kata Arab, mustadhaf, yang berarti “orang yang tertindas” atau “orang yang lemah”. Dalam konteks sosial dan politik, mustadhafin mengacu pada kelompok-kelompok yang secara sistematis dianiaya, dieksploitasi, atau didiskriminasi oleh kekuatan yang lebih besar dalam masyarakat, termasuk minoritas etnis, agama, serta kelompok miskin dan marjinal..
Islam sebagai sebuah agama membawa nilai-nilai dan ajaran menghormati serta melindungi hak-hak orang-orang yang lemah. Konsep mustadhafin mengajarkan pentingnya perlindungan terhadap orang-orang yang lemah dan terpinggirkan dalam masyarakat. Islam mendorong umatnya untuk menunjukkan kepedulian, kasih sayang, dan keadilan terhadap mereka yang tidak memiliki kekuatan, sumber daya, atau hak yang sama.
Dalam tradisi Islam, ada tanggung jawab sosial bagi individu dan masyarakat untuk melindungi dan membantu mustadhafin. Ini sesuai dengan firman Tuhan di dalam Al-Qur’an: “Dan mengapa kamu tidak berperang pada jalan Allah dan (untuk membantu) orang-orang yang tertindas itu; laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya zalim dan berikanlah kami seorang pemimpin yang berasal dari sisi Engkau, dan berikanlah kami seorang penolong yang berasal dari sisi Engkau.”[3]