Kurban Online dalam Perspektif Ulama

43 views

Saat ini kita mendapati teknologi yang berkembang begitu dan semakin pesat. Termasuk dalam menjalankan ibadah dan aktivitas spiritual lainnya, teknologi menjadi alat penunjang efektivitas dan efisiensi pelaksanaannya. Salah satu di antaranya adalah kurban secara online.

Kurban online menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan oleh umat muslim dalam melaksanakan ibadah kurban. Mekanisme kurban online dianggap lebih efisien, praktis, dan mudah karena memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi seluruh prosesnya.

Advertisements

Akan tetapi, ada beberapa hal yang sering ditanyakan oleh setiap muslim yang berhajat untuk berkurban secara online. “Apa boleh kurban secara online? Bagaimana hukumnya?” Untuk memahami lebih lanjut mengenai boleh/tidaknya kurban online, mari kita dalami bagaimana perspektif ulama memandang peristiwa tersebut.

Tawkil Kurban, Kurban Online

Melaksanakan kurban secara online dapat disimpulkan bahwa seorang calon pekurban (mudlahhy) mewakilkan kuasanya kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga yang berwenang. Dalam perspektif Islam, mekanisme ini dikenal dengan istilah tawkil atau wakalah.

Mari kita merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Kurban saat Wabah. Di sana disebutkan bahwasa yang dimaksud dengan penyerahan kuasa dari pekurban kepada pihak yang berwenang adalah bentuk perwakilan dalam perspektif Islam. Penyerahan kuasa dalam urusan kurban online umumnya meliputi urusan pembelian, perawatan, peniatan, penyembelihan, sampai pada pendistribusian daging.

Pandangan Ulama

Dari penjelasan sebelumnya, dapat kita ambil kesimpulan bahwasa konsep kurban online sebenarnya didasari pada mekanisme perwakilan atau tawkil. Dari sini, lebih lanjut kita mesti menelusuri terkait perpektif fikih dari para ulama, khususnya mengenai tawkil dalam kurban.

Dilansir dari griyazakat.id mengenai kurban online, Ibn Qudamah (w. 629 H) menyatakan pandangannya mengenai tawkil kurban dalam kitabnya, Al-Mughni,

وَأَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى جَوَازِ الْوَكَالَةِ فِي الْجُمْلَةِ وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ دَاعِيَةٌ إلَى ذَلِكَ ؛ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ كُلَّ وَاحِدٍ فِعْلُ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ، فَدَعَتْ الْحَاجَةُ إلَيْهَا

Artinya(Ulama) umat ini sepakat atas kebolehan wakalah secara umum atas hajat yang perlu adanya perwakilan, karena setiap orang tidak mungkin menangani segala keperluannya sendiri sehingga ia memerlukan perwakilan untuk hajatnya.”

Kita juga dapat menelusuri dalam ‘Umdatul Qari dari al-‘Aini (w. 855 H),

وقد اتفقوا على جواز التوكيل فها فلا يشترط الذبح بيده

Artinya: “Ulama menyepakati kebolehan mewakilkan penyembelihan kurban dan tidak ada keharusan menyembelihnya sendiri…”

Di samping itu, tidak hanya mewakilkan dengan sepenuhnya kepada pihak lain, namun ada anjuran bagi seorang pekurban. Anjuran ini berkaitan dengan perintah untuk menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban, sebagaimana yang dipaparkan oleh Zakariya al-Anshari (w. 824 H) melalui Fathul Wahab,

ويسن أن يذبح الأضحية رجل بنفسه إن أحسن الذبح وأن يشهدها من كل به لأن صلى الله عليه وسلم ضحى بنفسه رواه الشيخان

Artinya: “Disunahkan menyembelih hewan kurban sendiri bila ia pandai menyembelihnya dan dianjurkan pula menyaksikan proses penyembelihannya bila diwakilkan, sebagaimana terdapat di riwayat Syaikhani”

Berdasar beberapa pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat penekanan apabila seorang pekurban menyembelih hewannya sendiri atau juga dapat menyaksikan hewannya yang disembelih sendiri. Akan tetapi, jika memang tidak ada penyaksian sembelihan, maka tetap dihukumi boleh.

Tips Mewakilkan

Imam Nawawi (w. 676 H) dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (8/ 405), menyatakan beberapa hal terkait ketentuan saat ingin mewakilkan penyelenggaraan kurban. Pertama, bagi pekurban wanita yang ingin mewakilkan kuasa, maka dianjurkan untuk mewakilkan kepada laki-laki. Kedua, lebih utama mewakilkan kepada pihak yang faqih (paham agama/hukum), atau lembaga kurban online terpercaya. Ketiga, dilarang menyerahkan kuasa ke orang kafir atau murtad. Keempat, boleh apabila mewakilkan kepada ahli kitab, hasil sembelihannya pun halal. Kelima, makruh melakukan perwakilan kepada anak kecil (mumayyiz).

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan kurban online didasarkan pada mekanisme tawkil. Dalam hal ini, pihak pekurban mesti mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam memilih pihak perwakilannya, baik kepada seseorang maupun lembaga kurban online tertentu.

Wallahu A’lam bi al-Shawaab

Multi-Page

Tinggalkan Balasan