Abu al-Mugis al-Husain Ibn Mansur Ibn Muhammad al-Baidawi al-Hallaj yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Hallaj, merupakan salah satu tokoh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang penuh kontroversi. Ia dilahirkan di kota Thur, Persia.
Pada tulisan ini, penulis lebih menekankan pada konsep tasawuf falsafinya al-Hallaj, yaitu hulul, Nur Muhammad, dan wahdatul adyan. Ketiga konsep tersebut merupakan hasil kontemplasi atau perenungannya tentang keilmuan dan keadaan masyarakat sekitarnya yang dinilai terlalu berpegang pada hal-hal di luar dari esensi kewajiban manusia sebagai hamba Tuhan.
Al-Hallaj menilai kondisi masyarakat pada waktu itu mengesampingkan aspek hubungan yang kaffah dengan Allah. Al-Hallaj mencoba untuk menawarkan konsep yang dirasa bisa mengembalikan fungsi dan kewajiban manusia sebagai makhluk Allah.
Konsep hulul dimungkinkan agar setiap makhluk mendekatkan diri sedekat-dekatnya dengan Tuhan-nya. Seperti yang dijelaskan oleh Alfatih Suryadilaga dalam Mifathus Sufi, bahwa menurut al-Hallaj, mengapa Tuhan dapat mengambil tubuh manusia karena pada diri manusia memiliki dua sifat dasar, yakni sifat lahut (ketuhanan) dan sifat nasut (kemanusiaan); begitu juga dengan Tuhan, yang memiliki sifat kemanusiaannya di samping sifat ketuhanan-Nya. Atas dasar inilah maka sangat mungkin persatuan antara Tuhan dengan manusia bisa terjadi, dan persatuan ini disebut al-Hulul (mengambil tempat) oleh al-Hallaj.
Untuk mencapai hulul harus dilakukan dengan berbagai macam cara, yang dimulai dari memfanakan manusia dari kemanusiaannya, dalam artian bahwa meniadakan tuntutan-tuntutan kemanusiaan yang menghancurkan nilai ketuhanan yang ada pada diri setiap manusia. Apabila tidak memfanakan tuntutan-tuntutan tersebut, maka akan selalu muncul kondisi di mana manusia tidak tenang, penuh dengan pertentangan konflik.
Dengan hulul, diharapkan muncul manusia (dalam skala individu) dan selanjutnya masyarakat (dalam skala sosial) yang berkepribadian Ketuhanan, dalam artian memiliki sifat-sifat yang agung dan terpuji (akhlaqul karimah), seperti adil, bijaksana, penuh kasih sayang, merendahkan diri di hadapan Tuhan, tidak mementingkan hawa nafsu, dan lain sebagainya.