Postmodernisme menjadi istilah yang cukup kontroversial hingga kini. Di satu pihak, istilah ini kerap digunakan denga cara sinis dan berolok-olok, baik di bidang seni maupun filsafat. Ia dianggap sebagai sekadar metode intelektual yang dangkal dan kosong. Sekadar refleksi yang bersifat reaksioner belaka atas perubahan-perubahan sosial yang kini sedang berlangsung. Di pihak lain, kenyataan bahwa istilah itu telah memikat minat masyarakat luas.
Meskipun demikian, satu hal kiranya jelas, yaitu menganggap postmodernisme sekadar sebagai mode intelektual yang kosong dan reaksioner dengan buru-buru dan sembrono sebetulnya adalah kenaifan dan kedangkalan tersendiri.
Hakikatnya, munculnya postmodernisme tidak dapat lepas dari modernisme itu sendiri. Istilah modernisme dipahami mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan, di mana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang membuat manusia tak berdaya dalam menghadapi dunia ini. Meski demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan manusia kehilangan orientasi. Seperti apa yang dikatakan Max Horkheimer, Adorno, dan Herbet Marcuse bahwa pencerahan akan melahirkan sebuah penindasan dan dominasi disamping juga melahirkan kemajuan.
Tergesernya modernisme oleh postmodernisme dapat kita ketahui dari pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard (1813-1855), yang menentang rekontruksi-rekontruksi rasional dan masuk akal dalam menentukan keabsahan kebenaran ilmu. Sesuatu itu dikatakan benar ketika sesuai dengan konsensus atau aturan yang berlaku didunia modern, yaitu rasional dan objektif. Namun tidak dengan Kierkegaard. Dia berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif. Artinya, bahwa kebenaran bersifat subjektif itu menekankan pentingnya pengalaman yang dialami oleh seorang individu yang dianggapnya relatif.
Antitesis Modernisme
Postmodernisme ditandai dengan lahirnya beragam realitas baru, seni dan sastra marjinal, arsitektur dekonstruksi, antropologi kesadaran, paradigma Thomas Khun, dan pemberontakan terhadap filsafat modern semenjak Nietszche, Husserl, Heiddeger, hingga Mazhab Frankfrut. Postmodernisme membuka pintu keberagaman realitas, unsur permainan dengan logikanya masing-masing tanpa harus saling menindas atau menguasai. Lebih dari itu, postmodernisme dikenal dengan sebagai antitesis dari modernisme.