Satu Cerita Tiga Tokoh Bayangan

483 kali dibaca

Akan saya ceritakan kepadamu tentang Gumira yang selalu menunggu dan akhirnya jatuh cinta kepada senja. Senja yang bias cahayanya menyelinap ke balik jendela. Senja yang sulur warna cahayanya membuat Gumira selalu berdebar. Senja yang tak pernah ia tinggalkan meski hanya sesaat.

Gumira benar-benar memerhatikan efek detail cahaya senja dengan penuh seluruh dan mencatat setiap efek bayangan yang ditimbulkan dalam lembaran buku kusam, dan Gumira menyebutnya Kitab Omong Kosong.1

Advertisements

Perihal sebutan Gumira terhadap buku kesayangannya itu tentu tak ada hubungannya dengan subjudul buku Raja Omong Kosong2-nya Salman Rusydie, novelis kenamaan yang lahir dan besar di Bombay, India. Tidak, sama sekali tidak ada hubungannya. Gumira menyebut Kitab Omong Kosong karena semata-mata sampai malam menjelang ia belum menemukan judul yang cukup mewakili kepingan-kepingan gagasannya.

Nah, datanglah menjelang petang. Datanglah dan berdirilah di seberang jalan atau di antara bangunan-bangunan tua, kemudian pandang dan perhatikan sebuah jendela yang menghadap persis ke jalan raya.

Kamu tahu? Di jendela itulah, Gumira, setiap sore berdiri menunggu senja tiba.

Setiap menjelang petang jendela itu bagai dilapisi akelik, emas, dan sepintas pada sela-sela jendela bagai tersimpan mutiara yang akan membuatmu tak akan bisa berpaling. Dari jendela itulah Gumira senantiasa melihat segala sesuatu, termasuk sesosok lelaki tua yang berjalan pelan, dan tak jauh dari lelaki itu seorang pemuda berambut sepunggung sambil berjalan lebih pelan ia terus memandang ke tanah, mencari sesuatu yang entah apa. Ya, setiap kali melintasi jalan itu lelaki muda itu merunduk dan sesekali membuang pandang ke arah perempuan paro baya di seberang jalan, perempuan yang setiap saat bersandar pada jendela.

Gumira tak pernah memerhatikan sungguh-sungguh dua lelaki dan satu perempuan itu. Setiap kali sepasang matanya bersitatap-pandang, Gumira hanya menyunggingkan senyum, sesekali berkata lirih. Ah, Danarto, gumamnya. Gus Noor, hei, ngapain ia sore-sore begini di jalan raya? Mungkinkan ia tengah mencari Sepotong Bibir di Jalan Raya?3

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan