Saat ini kita mendapati teknologi yang berkembang begitu dan semakin pesat. Termasuk dalam menjalankan ibadah dan aktivitas spiritual lainnya, teknologi menjadi alat penunjang efektivitas dan efisiensi pelaksanaannya. Salah satu di antaranya adalah kurban secara online.
Kurban online menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan oleh umat muslim dalam melaksanakan ibadah kurban. Mekanisme kurban online dianggap lebih efisien, praktis, dan mudah karena memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi seluruh prosesnya.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang sering ditanyakan oleh setiap muslim yang berhajat untuk berkurban secara online. “Apa boleh kurban secara online? Bagaimana hukumnya?” Untuk memahami lebih lanjut mengenai boleh/tidaknya kurban online, mari kita dalami bagaimana perspektif ulama memandang peristiwa tersebut.
Tawkil Kurban, Kurban Online
Melaksanakan kurban secara online dapat disimpulkan bahwa seorang calon pekurban (mudlahhy) mewakilkan kuasanya kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga yang berwenang. Dalam perspektif Islam, mekanisme ini dikenal dengan istilah tawkil atau wakalah.
Mari kita merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Kurban saat Wabah. Di sana disebutkan bahwasa yang dimaksud dengan penyerahan kuasa dari pekurban kepada pihak yang berwenang adalah bentuk perwakilan dalam perspektif Islam. Penyerahan kuasa dalam urusan kurban online umumnya meliputi urusan pembelian, perawatan, peniatan, penyembelihan, sampai pada pendistribusian daging.
Pandangan Ulama
Dari penjelasan sebelumnya, dapat kita ambil kesimpulan bahwasa konsep kurban online sebenarnya didasari pada mekanisme perwakilan atau tawkil. Dari sini, lebih lanjut kita mesti menelusuri terkait perpektif fikih dari para ulama, khususnya mengenai tawkil dalam kurban.
Dilansir dari griyazakat.id mengenai kurban online, Ibn Qudamah (w. 629 H) menyatakan pandangannya mengenai tawkil kurban dalam kitabnya, Al-Mughni,