Istilah lalaran tentu tidak asing di telinga santri. Istilah itu diadopsi dari Bahasa Jawa “uro-uro” yang memiliki arti “tetembungan sero” atau perkataan dengan suara keras. Dalam dunia pesantren, istilah lalaran diartikan sebagai pelafazan bait-bait nadhom yang terkandung dalam berbagai literatur kitab kuning, yang pada umumnya berasal dari kitab terkait ilmu alat, seperti Jurumiyah, Imriṭi, dan Alfiyah.
Tradisi lalaran di pesantren biasanya dilakukan atau disenandungkan secara bersama-sama ataupun sendiri, dengan nada-nada yang beragam, disesuaikan dengan lafaz bait suatu nadhom. Tidak sembarangan, nada yang digunakan haruslah tetap memperhatikan pantas atau tidaknya jika disenandungkan dengan nadhom yang dirangkai oleh muallif kitab. Perkara yang terlihat sepele ini sebetulnya merupakan bagian dari menghormati ilmu. Sebagai misal, tidak menggunakan nada dangdut koplo. Hal ini sebagaimana yang telah dituturkan oleh guru penulis.
Merupakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dalam keseharian santri, lalaran menjadi jurus ampuh menguatkan dan menjaga hafalan nadhom, yang kemudian dapat mempermudah ujian muḥāfaẓah santri pada akhir semester. Sebagaimana yang telah dikatakan Sa’adullah, dalam bukunya “9 Cara Praktis Menghafal al-Qur’an”, bahwa menghafal pada prinsipnya adalah mengulang-ulang bacaan tersebut. Pekerjaan apapun, jika dilakukan secara berulang-ulang, lambat laun akan hafal.
Di tengah padatnya kegiatan santri, lalaran menjadi metode paling efektif untuk menghafal. Hanya dilakukan dengan melantunkan nadhom setiap hari, lebih-lebih biasanya dilakukan setiap sebelum pengaosan diniyah, lambat laun santri akan hafal dengan sendirinya. Karena diiringi dengan nada, metode hafalan ini dapat dikatakan sebagai cara yang paling enjoy. Santri tidak perlu pusing-pusing menghafal nadhom satu per satu.
Selain menjadi cara untuk menghafal, lalaran juga ditujukan untuk menjaga hafalan pula. Sebab, rangkaian nadhom yang telah dihafalkan dalam suatu kitab, maka perjalanan berikutnya ialah mengingat materi yang terkandung dalam ringkasan nadhom tersebut.
Atau, dalam istilah lain, nadhom merupakan sajian ringkas dari materi dalam suatu kitab tertentu. Sebagaimana yang telah dituturkan oleh Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta’līm wa al-Muta’allim:
واذا ماحفضت شيأ أعده # ثم أكده غاية التّأكيد
Artinya: “Apabila kamu telah hafal (suatu ilmu), maka ulangilah. Kemudian kuatkanlah hal itu (hafalan) dengan sekuat-kuatnya.”
Dengan demikian, di samping sebagai cara ringkas memahami materi, lalaran dapat dikatakan sebagai salah satu metode hafalan paling efektif yang membudaya di lingkungan pesantren. Cukup dengan melantunkan nadhom berulang-ulang secara bersama-sama, ataupun sendiri, maka santri dengan sendirinya akan mudah hafal. Dalam pengertian, menghafal, menjaga hafalan, dan mengingat materi yang terkandung dalam rangkaian nadhom. Itulah manfaat lalaran yang dirasakan santri.
One Reply to “Lalaran, Metode Hafalan Paling Efektif”