Seperti ghalibnya, dari tahun ke tahun Mbok Salamah menyambut bulan suci dengan sesuatu yang menggebu. Bulan suci selalu mengingatkannya akan dua hal: anak semata wayangnya, Ramadan, yang memang lahir di bulan Ramadan, 45 tahun silam; bulan di mana Izrail menjemput suaminya berpulang terlebih dahulu.
Sudah menjadi rutinitas tahunan, di sela tadarusan malam, Mbok Salamah sebisa mungkin membagi rezeki yang dimiliki; terkadang ketela goreng, utri, ote-ote, keripik pisang, atau kolak kacang ijo. Oleh Mbok Salamah, tiap tahun pun, dua tiga anak yang rajin dihadiahi sarung, songkok, dan baju koko. Itulah amalan yang didapatkannya dulu selama beberapa tahun menjadi santri kalong di Lirboyo.
Jika Ramadan sudah lewat setengah, rumah Mbok Salamah yang tepat berada di sebelah musala mulai berbenah. Mulai serat-serat kursi penjalin tua yang diperbaiki, dinding kusam diplamir lalu dicat lagi, daun pintu yang distel berulang kali, menyikat kerak di kamar mandi, atau perabot yang mulai dipindah-pindah posisi. Mbok Salamah sudah terbiasa meminta tolong Darman, anak Mbok Atun, untuk mengerjakan semuanya. Dengan bantuan Darman dan istrinya, rumah yang mungkin seusia pemiliknya itu seakan menjadi baru.
Lalu, Mbok Salamah juga menghitung ulang uang pensiunan janda yang tiap bulan diterima dan hasil kebunnya. Ia siapkan dalam bentuk paket sembako sekadarnya. Warga yang sudah berumah tangga akan mengambil bingkisan itu setelah bertamu di rumahnya.
“Itu dulu wasiat almarhum Mbah Sukur, Nak! Muliakan bulan Ramadan! Dan sambut hari kemenangan!” petuah Mbok Salamah pada anak-anak musala.
“Yang masih kuat, ya puasa dan salat. Yang punya rezeki, berbagi. Yang bisa ngaji, ngaji,” tambah perempuan yang usainya sudah kepala tujuh ini.
Rumah Mbok Salamah yang tepat di samping musala itu menjadi muara berkah sekaligus pelarian bagi anak-anak musala. Mbok Salamah sering kali menjadi sasaran kerepotan anak-anak. Mulai minta kayu bakar, gula, kopi, sabun mandi, pasta gigi, hingga nasi adalah suatu hal yang lumrah terjadi. Sesekali anak-anak musala lancang pinjam tikar, wajan, panci, hingga sepeda.